Selalu ada yang berbeda saat menepi.
Setelah didera penyakit yang membuat tubuh tak mampu beroperasi seperti
biasanya, barulah arketip-arketip kesadaran kembali. Ingatan, bahkan
imajinasi-imajinasi hidup perlahan-lahan muncul.
Setelah jiwa ditelan habis oleh
rutinitas. Penyakit yang datang seperti pembebasan dari itu semua. Menengok
kembali ke dalam dan menemukan diri yang hilang. Di saat-saat manusia
kehilangan energi untuk memapah tubuh, disitulah kita akan kembali tersentak
pada kesadaran bahwa manusia itu pada dasarnya lemah.
Kesakitan adalah pembebasan dan
kesenangan adalah belenggu.Barangkali benar kata orang, bahwa sebanyak apapun
waktu kita habiskan untuk beristirahat, tidak akan bisa mengobati keletihan,
kalau yang lelah adalah jiwa kita. Suatu waktu, menjelang eksekusi mati sang
filsuf besar Socrates, di kerumunan sahabatnya ia melontarkan pernyataan
menjawab kerisauan dan kesedihan sahabatnya di sekitarnya, ia berkata; kebijaksanaan
itu adalah pembebasan, yang paling dekat dari itu semua adalah kematian. Ketika
hidup adalah belenggu, bagaimana mungkin seorang filsuf bisa bersedih atas
kematian?
Para sahabatnya terdiam. Jelang
kematian sang guru di depannya, membuatnya semakin sulit untuk menempatkan
perasaannya. Kesedihan karena kematian bercampur dengan kesenangan karena
pembebasan. Ia benar-benar kesulitan untuk mengontrol perasaannya yang
tercampur itu. Sesekali ia tertawa sesekali ia kembali bersedih.
Kebenaran menjadi kumpulan-kumpulan
absurditas-absurditas hidup. Manusia adalah narapidana yang tidak punya hak
untuk membuka pintu penjaranya dan lari. Inilah kebenarannya, kata Socrates. Setiap
kesenangan dan kesakitan adalah sejenis paku yang memaku jiwa dengan tubuh. Ketika
jiwa telah terpesona oleh tubuh disitulah awal mula penderitaan lahir.
Ketakutan akan rasa sakit adalah wujud dari hidup dimana jiwa hanya menjadi
pelayan bagi tubuh. Dan ini adalah titik terendah dari hidup di mata filsuf.
Tak lama setelah itu, Socrates mati.
Dia dihukum dengan cara dipaksa meminum
racun oleh penguasa Athena saat itu. Ia menghadapi itu tanpa rasa takut. Dunia
berkabung. Rasa hormat atas keberaniannya terurai hingga kini. Kalau saja ia
menyerah dan takluk, saya rasa sejarah akan berkata lain.
Dalam kehidupan ini, meski kita
terpaut ratusan tahun dengan Socrates. Namun kisah-kisah tentang racun itu
sangat terpaut dengan kehidupan kita dalam rupa bentuk yang berbeda . Aku
melihat racun-racun yang membunuh Socrates itu berseliweran dimana-mana. Racun-racun
yang diproduksi oleh kekuasaan menindas,
tidak hanya membunuh manusia, tapi lebih dari itu ia ikut membunuh nalar
dan pengetahuan.
Namun begitulah hukumnya. Keadilan boleh
kalah oleh ketidakadilan. Kebenaran boleh dilumpuhkan oleh kekuasaan. Tapi tak
ada yang abadi untuk itu. Seperti dengan kata-kata Socrates; Orang jahat tak akan mampu menyakiti orang lain kecuali
dirinya sendiri.