| one article - one struggle |

Selasa, 19 Februari 2019

RACUN


Selalu ada yang berbeda saat menepi. Setelah didera penyakit yang membuat tubuh tak mampu beroperasi seperti biasanya, barulah arketip-arketip kesadaran kembali. Ingatan, bahkan imajinasi-imajinasi hidup perlahan-lahan muncul.

Setelah jiwa ditelan habis oleh rutinitas. Penyakit yang datang seperti pembebasan dari itu semua. Menengok kembali ke dalam dan menemukan diri yang hilang. Di saat-saat manusia kehilangan energi untuk memapah tubuh, disitulah kita akan kembali tersentak pada kesadaran bahwa manusia itu pada dasarnya lemah.

Kesakitan adalah pembebasan dan kesenangan adalah belenggu.Barangkali benar kata orang, bahwa sebanyak apapun waktu kita habiskan untuk beristirahat, tidak akan bisa mengobati keletihan, kalau yang lelah adalah jiwa kita. Suatu waktu, menjelang eksekusi mati sang filsuf besar Socrates, di kerumunan sahabatnya ia melontarkan pernyataan menjawab kerisauan dan kesedihan sahabatnya di sekitarnya, ia berkata; kebijaksanaan itu adalah pembebasan, yang paling dekat dari itu semua adalah kematian. Ketika hidup adalah belenggu, bagaimana mungkin seorang filsuf bisa bersedih atas kematian?

Para sahabatnya terdiam. Jelang kematian sang guru di depannya, membuatnya semakin sulit untuk menempatkan perasaannya. Kesedihan karena kematian bercampur dengan kesenangan karena pembebasan. Ia benar-benar kesulitan untuk mengontrol perasaannya yang tercampur itu. Sesekali ia tertawa sesekali ia kembali bersedih.

Kebenaran menjadi kumpulan-kumpulan absurditas-absurditas hidup. Manusia adalah narapidana yang tidak punya hak untuk membuka pintu penjaranya dan lari. Inilah kebenarannya, kata Socrates. Setiap kesenangan dan kesakitan adalah sejenis paku yang memaku jiwa dengan tubuh. Ketika jiwa telah terpesona oleh tubuh disitulah awal mula penderitaan lahir. Ketakutan akan rasa sakit adalah wujud dari hidup dimana jiwa hanya menjadi pelayan bagi tubuh. Dan ini adalah titik terendah dari hidup di mata filsuf.

Tak lama setelah itu, Socrates mati. Dia  dihukum dengan cara dipaksa meminum racun oleh penguasa Athena saat itu. Ia menghadapi itu tanpa rasa takut. Dunia berkabung. Rasa hormat atas keberaniannya terurai hingga kini. Kalau saja ia menyerah dan takluk, saya rasa sejarah akan berkata lain.

Dalam kehidupan ini, meski kita terpaut ratusan tahun dengan Socrates. Namun kisah-kisah tentang racun itu sangat terpaut dengan kehidupan kita dalam rupa bentuk yang berbeda . Aku melihat racun-racun yang membunuh Socrates itu berseliweran dimana-mana. Racun-racun yang diproduksi oleh kekuasaan menindas,  tidak hanya membunuh manusia, tapi lebih dari itu ia ikut membunuh nalar dan pengetahuan.

Namun begitulah hukumnya. Keadilan boleh kalah oleh ketidakadilan. Kebenaran boleh dilumpuhkan oleh kekuasaan. Tapi tak ada yang abadi untuk itu. Seperti dengan kata-kata Socrates; Orang jahat tak akan mampu menyakiti orang lain kecuali dirinya sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar