| one article - one struggle |

Liberation is a praxis --Freire--

Pendidikan untuk rakyat --Tan Malaka--

"Tak cukup hanya dengan metode pedagogi revolusioner, kita perlu menjembataninya dengan ilmu berparadigma revolusiner pula" --Muhammad Ruslan/Ideologi Akuntansi Islam (2016)--

Jumat, 28 April 2017

PUISI API




puisiku bukan tentang keindahan tata bahasa
puisiku berbicara tentang ketajaman bahasa

puisiku adalah api yang meletuh-letup membakar apa saja
puisiku adalah anak panah yang lurus menghantam siapa saja yang bimbang untuk bertanya

puisiku bukan tentang kisah romeo dan juliet
puisiku adalh tentang tragedi yang menyayat

tentang kabar-kabar buruk yang menganggu pikiran orang banyak
puisiku tidak bertutur tentang burung-burung gereja yang hinggap di ranting pohon dengan mengibas-ngibaskan sayapnya
puisiku adalah elang yang terbang bebas dalam kata-kata anti sangkar kemapanan

sebab puisiku bukan syair yang berbicara tentang bintang-bintang
puisiku adalah sajak yang bertutur tentang kegelapan malam

puisiku adalah nyanyian bimbang orang-orang yang diam
bukan sekadar bisik-bisik kasak-kusuk tak beraturan orang-orang lupa

puisiku bukan jawaban yang tersusun dalam kata-kata yang indah
puisiku adalah kata-kata yang berdesak-desakan dalam gugatan-gugatan

puisiku adalah sajak tentang bumi
ia tidak berbicara tentang langit
puisiku bertutur tentang manusia
ia tidak bertutur tentang tuhan

di bawah terik di atas padang yang gersang puisiku lahir
ia tumbuh bersama fragmen-fragmen kerisauan

karena itu puisiku tidak bisa ditahan-tahan
ia akan terus berbaris di atas kata-kata yang tak mengenal tanda titik

kebenaran, kenyataan, penindasan, ketidakadilan, dan keputusaaan
puisiku adalah rentetan lingkar-lingkar kata-kata itu!

-----------



Senin, 10 April 2017

Kepergian Para Burung Rantau

sumber gambar: http://werdi-iir.blogspot.co.id
PAGI tadi ada yang berbeda. Sekawanan burung yang biasanya bertengger dan berikcau di ranting pohon ini, sudah tak ada. Aku hampir lupa, tentang kemarin.

Kemarin. Aku menyaksikan. Sekawanan burung itu telah terbang pergi. Ia sudah berlepas dari sangkar suci yang mengungkungnya selama ini. Ada senyum kebebasan yang terpancar. Rasa terbebas dari sangkar yang sudah lama dinanti-nantikannya selama ini.

Tapi, tunggu…

Aku melihat ada satu-dua pasang air mata yang menetes. Ada jejak kesedihan yang tersisa bercampur ketakutan menanti.

Kesedihan dan ketakutan pada mereka yang paham. Bahwa hidup adalah sangkar. Manusia berlepas dari sangkar satu ke sangkar yang lainnya. Suatu sangkar yang bernama kehidupan. Yang di dalamnya ada kesedihan yang terselip dari proses mencari kebahagiaan.

Kemarin. Burung-burung itu telah berkumpul merayakan kepergiaannya. Berpencar untuk melanjutkan perjalanan masing-masing. Perjalanan tentang pencarian garis kehidupan masa depan. Siapa dan kemana mesti berlabuh dan bertengger untuk kehidupan yang baru..

Mereka-mereka yang tak terkecuali, adalah burung-burung yang diistilahkan sebagai burung rantau oleh Romo Mangun. Mereka yang lahir untuk pergi selamanya.

Beberapa di antaranya mengabadikan kenangan. Suatu kenangan akan ingatan masa lalu yang dikemas rapi. Jawaban saat-saat tiba masanya ketika kesadaran membuat dirinya kembali jatuh cinta pada masa lalunya.

Suatu jedah sebeum tiba suatu waktu di masa akan datang. Ketika masing-masing dari mereka akan menyadari. Bahwa semuanya telah berubah.

Semuanya telah berganti dengan rasa canggung. Semuanya sudah membisu. Ada jarak yang merentang lebar yang siap memisahkan semuanya.

Saat itu tiba. Benarlah kata CA,  “Nasib adalah kesunyiaan masing-masing”.